oleh Yuswari Djemat
Ujian Nasional (UN) baru saja diselenggarakan. Berbagai persoalan muncul, baik sebelum penyelenggaraan maupun pada saat ujian tersebut berlangsung.
Bagi murid, ini sebuah percaturan hidup. Sedangkan bagi guru merupakan sebuah kegusaran. Guru ideal akan memandang UN sebagai tantangan untuk menilai keberhasilannya mentrasfer ilmu pada anak didik.
Keberhasilan anak didik menembus standard UN adalah prestasi di tengah menurunnya fighting spirit para siswa. Tidak gampang membuat seorang siswa menjadi berminat menekuni pelajaran di tengah-tengah lingkungan yang sangat mendistorsi semangat belajarnya.
Bagi guru yang idealismenya bisa ditakar dengan materi dan lebih memandang tugas mengajar sebagai tempat mencari nafkah semata kelulusan dalam anak didik UN adalah pemoles ketidakmampuan mereka dalam mengemban tugas sebagai tenaga pendidik yang profesional.
Oleh karena itu, kelulusan menjadi penting untuk menjustifikasi keberadaan mereka sebagai guru yang dalam prakteknya lebih pantas disapa sebagai pedagang atau bahkan ‘’pelacur intelektual”.
Di daerah, bupati dan wali kota menangani pembangunan pendidikan sebagai proyek penanaman padi yang ingin dapat dipanen dalam waktu singkat. Padahal benefit investasi pendidikan membutuhkan waktu panjang untuk dapat dirasakan kenikmatannya.
Anggaran pendidikan dengan kuota 20 persen sebagaimana diamanatkan undang-undang memang sudah banyak yang mencapainya. Namun, bila dilihat secara jernih dari substansi anggaran maka kekonyolan pembangunan pendidikan di daerah terasa sangat signifikan.
Banyak gedung sekolah dibangun, tetapi murid, guru dan operasional sekolahnya tidak memadai. Pembangunan fisik gedung hanyalah akal-akalan untuk membuat proyek demi kepentingan penguasa belaka.
Lebih memprihatinkan lagi, berbagai daerah membangun apa yang mereka istilahkan sebagai Sekolah Unggul, Sekolah Plus, atau Sekolah Cerdas. Ratusan miliar dana dialokasikan untuk itu.
Akibatnya terjadi ketimpangan dalam penikmat sumber daya pendidikan, di mana ratusan sekolah lainnya kehilangan kesempatan untuk memperoleh sumber daya yang memadai bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang berkualitas.
Model pemberdayaan institusi pendidikan tidak dapat diletakkan hanya dengan menempatkan sekolah sebagai subjek. Anak didik adalah faktor utama karena pembangunan tidak ditujukan pada wilayah ataupun fisik.
Pembangunan adalah upaya memperbaiki kehidupan manusia dan untuk itulah baru wilayah dan berbagai kebutuhan dalam lingkungan fisiknya perlu dipenuhi sesuai dengan proses perbaikan mutu manusia itu.
Sangat disayangkan jika proses pembangunan justru terlepas dari proses perubahan manusia dari ketiadaan dan ketertinggalannya menuju keberadaan hakiki sebagai manusia yang berdaya saing dengan moral yang teruji.
Dalam perspektif pembangunan disebut sebagai masyarakat madani. Memasukkan kepentingan politik sesaat dan mengedepankan keuntungan pribadi dan kroni dalam memajukan pendidikan di daerah adalah upaya nyata menciptakan generasi tanpa gengsi, tanpa keunggulan dan pada akhirnya bakal tertinggal di percaturan kehidupan.
Kemampuan memenangkan persaingan tidak bisa hanya berdasarkan pada kepemilikan aset fisik semata. Pengakuan terhadap intelektualitas manusia sebagai sumber daya yang paling berharga tidak dapat dipungkiri.
Untuk mampu sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang kian maju, maka kemampuan memanfaatkan intellectual capital merupakan hal yang utama. Pendidikan haruslah mampu menciptakan sumber daya manusia dengan intelektual yang baik.
Kemampuan memanfaatkan modal intelektual (intellectual capital) yang dimiliki suatu daerah adalah suatu jalan mencapai kesejahteraan, atau dengan kata lain mencapai keunggulan bersaing. Melalui intellectual capital yang bersumber dari manusia, suatu daerah dapat memformulasikan competitive strategic melalui inovasi dan penciptaan nilai karena pengetahuan (knowledge) akan menjadi lebih penting dibandingkan dengan sumberdaya keuangan dan sumberdaya fisik lainnya.
Chalarce Totanan dalam tulisannya yang berjudul Peranan ”Intellectual Capital” dalam Penciptaan Nilai untuk Keunggulan Bersaing, menyatakan bahwa manusia yang berbeda dalam mengelola aset yang sama akan menghasilkan nilai tambah yang berbeda. Dengan kata lain, intelektual manusia mempunyai pengaruh besar dalam memberi nilai dan keunggulan suatu daerah.
Untuk dapat memperoleh semakin banyak manusia dengan intelektual yang mumpuni dan mampu menciptakan nilai dan keunggulan bersaing yang tinggi tentu tidak mungkin dilakukan dengan memusatkan sumberdaya pendidikan pada satu sekolah semata dengan slogan apa pun namanya.
Hal itu hanyalah akan menciptakan disparitas dalam proses pendidikan di suatu wilayah dan memperkecil jumlah penikmat sumber daya pendidikan yang pada akhirnya mempersempit out put yang mampu mendatangkan benefit pendidikan.
Badai dan kemaruk suatu wilayah dilindas perubahan zaman yang cepat akan terasa di masa depan bila suatu wilayah tidak berpandang pada keunggulan bersaing yang berpuncak pada kemampuan memanfaatkan intellectual capital yang komprehensif.
Meskin investasi dan perhatian terhadap intellectual capital tidak dapat dipanen dalam waktu singkat karena berbentuk intangible asset dan sulit memprediksi mamfaat serta balas jasanya namun sudah dapat dipastikan bahwa masa depan suatu daerah akan sangat tergantung pada kemampuan memenejnya.
Semakin besar dan luas cakupan intellectual capital semakin unggul pula suatu daerah dalam pencaturan persaingan dan keberhasilan proses pembangunannya.
Untuk itu, sangat mustahak sifatnya memperbesar anggaran pendidikan dan pemerataannya yang diarahkan secara komprehensif pada perbaikan mutu manusia melalui proses dan sumber daya pendidikan.
Ketimpangan struktural dan spasial dalam alokasi investasi pendidikan dapat melahirkan substansi program perbaikan kualitas pendidikan yang tidak mengena pada upaya memperbaiki kapabilitas dan keterandalan anak didik.
Ketimpangan akan makin menganga dan bahkan bisa memperbesar jumlah generasi yang kehilangan peluang untuk memenangkan persaingan. Waspadalah! Wapadalah !***
09 Juni 2009
”Intellectual Capital” dalam Pendidikan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar