Galamedia
Dapat Pinjaman Rp. 6,5 Juta
TIDAK banyak orang yang berani terjun di industri rekaman hanya karena alasan idealisme terhadap satu jenis aliran musik. Namun, segelintir anak muda Bandung ini boleh jadi adalah pengecualiannya. Bahkan usaha record-nya dapat eksis sampai sekarang dengan bendera FastForward (FFWD) Record.
Pendiri sekaligus pemiliknya adalah Achmad Marin Ramdhani, Didit Eka Aditya, dan Helvi Sjariffudin. Ketiga anak muda ini memang menjadi energi bagi perkembangan dunia musik indie, khususnya di Kota Bandung. Banyak harapan dari band-band indie untuk bernaung di FFWD, agar musik mereka dapat lebih dinikmati pasar dalam negeri maupun internasional.
Saat ditemui di kantornya, Jln. Dr. Setiabudhi Bandung, Marin mengungkapkan, berdirinya FFWD lebih banyak karena dorongan moral. Terlebih lagi Marin pun kala itu masih kuliah dan tanpa fasilitas yang mendukung.
Dikatakan, internet saat itu masih menggunakan Speedy. Bahkan modalnya pun pinjaman dari distributor. Kendati demikian, pada awal berdiri tahun 1999, FFWD hanya merilis sebanyak 1.500 keping untuk 3 artis.
"Terus terang, bisa dibilang modal nekat, karena pada awal berdiri, kami mendapat pinjaman dana Rp 6,5 juta dari distributor untuk 3 artis. Pada masa itu, belum ada keuntungan yang kami peroleh. Hingga 4 album dirilis pun belum dapat keuntungan," katanya.
FFWD mulai menunjukkan titik terang untuk berkembang lebih pesat saat bertemu dengan Mocca pada tahun 2000. "Hingga akhirnya, kami menemukan band Mocca dengan album pertamanya 'My Diary' dan mencetak 120 kaset dan 30.000 CD. Saat itu, kami mulai dikenal pasar dan pencitraan kami sebagai industri rekaman semakin bagus," ujarnya.
Marin menceritakan, pertemuan dengan Mocca kala itu lebih banyak menggunakan feeling. Ia mengaku tidak mengerti banyak soal musik, namun begitu mendengarkan contoh lagu dan musik Mocca, perasaan menjadi lain.
"Lagunya kok mudah diingat dan tanpa sadar saya terus menyanyikan lagu Mocca. Dan saat itu, oke kami akan menggarap albumnya. Ternyata setelah penggarapan album Mocca dan terjual banyak, kami benar-benar terpacu untuk terus berkibar sebagai industri record label," katanya.
Secara personal, katanya, ia tidak mengotak-kotakkan musik indie atau bukan. "Sebenarnya musik indie itu apa sih? Saya juga enggak ngerti musik indie itu apa? Karena yang mengotakkan musik indie atau bukan adalah media. Jadi, FastForward sebenarnya tidak mengotak-kotakkan jenis musik. Yang penting musik itu harus bagus maka dapat kesempatan untuk dirilis di sini," ungkap sarjana ekonomi pembangunan Unpas 1993 ini.
Pria kelahiran Bogor, 29 September 1975 ini mengungkapkan, musik yang bagus adalah yang pintar dan mampu menginspirasi banyak orang. Berani untuk memperdengarkan bunyi dan nada yang baru. Selain itu, suara dan performa musik yang ditampilkan sama persis dengan suara yang didengarkan di CD.
"Kami juga memiliki respek yang tinggi terhadap band yang mampu bergerak tanpa sebuah label. Berarti 'kan tanpa label pun mereka mempunyai semangat dan nanti kita akan melihat performnya seperti apa. Jika layak dan berkualitas maka kami akan menaungi band tersebut," ungkapnya. (cucu sumiati/ "GM")**
30 Mei 2010
Kreativitas Anak Muda Bandung Yang Membanggakan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar