Perda Miras Sudah Seiring Dengan Visi Sebagai Kota Agamis
PKD - Beberapa kalangan termasuk tokoh agama mengkhawatirkan peredaran Miras atau minuman keras di Kota Bandung, peredarannya sudah tidak terkendali dan cenderung meresahkan masarakat. Sudah jadi rahasia umum, jika Miras kini sudah banyak dijual bebas, orang bisa dengan mudah mendapatkannya di kios-kios kecil sekalipun, meskipun transaksinya dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Hal tersebut sangat bertolak belakang bila dikaitkan dengan visi Kota Bandung sebagai kota agamis, oleh karena itu desakan agar Pemkot Bandung segera memilki peraturan daerah tentang pengawasan dan pengendalian minuman keras (miras) serta retribusi izin tempat penjualan miras, mengemuka akhir-akhir ini.
Menurut Wali Kota Bandung, H. Dada Rosada, berbagai usulan serta masukan dari berbagai ormas, pimpinan umat beragama, unsur muspida, terkait dengan Raperda Miras sudah diterimanya, hal tersebut akan menjadi bahan tambahan sebelum draf raperda diserahkan kepada DPRD Kota Bandung.
Beberapa pimpinan ormas islam menyambut baik rencana akan diperdakannya miras di Kota Bandung, mereka menilai bahwa keberadaan Kota Bandung sebagai kota metropolis tidak harus identik dengan kebebasan keberadaan miras.
“Kota Bandung memang metropolis, namun keberadaan minuman beralkohol lebih banyak kemudaratannya ketimbang manfaatnya” kata Ketua Persatuan Islam (Persis) Kota Bandung, H. Anwarudin.
Meskipun memberikan dukungan terhadap rancangan peraturan daerah (raperda) tentang pengawasan dan pengendalian minuman keras (miras) serta retribusi izin tempat penjualan miras, namun para tokoh ulama tersebut memberikan catatan-catatan kritis.
Seperti yang disampai Ketua Bidang Fatwa MUI Kota Bandung, Maftuh Kholil, kepada Pemkot Bandung MUI menyampaikan 8 poin usulan perubahan untuk Raperda Pengawasan dan Peredaran Miras.
Dari 8 poin tersebut di antaranya MUI meminta kata 'minuman beralkohol' dalam raperda diganti menjadi minuman keras atau minuman memabukkan atau yang sejenisnya.
"Maksudnya, agar seluruh minuman yang memabukkan seperti hasil oplosan sendiri, meskipun tanpa alkohol turut diawasi dalam perda ini. Kalau hanya minuman beralkohol saja, yang lain-lainnya tidak akan tercover," jelas Maftuh.
Poin lainnya, Maftuh menyebutkan, pernyataan dalam raperda yang menyebut bahwa usia 21 ke atas dengan menunjukkan identitas dapat membeli dan mengkonsumsi minuman beralkohol diganti menjadi hanya bagi non muslim yang berusia 21 tahun. ADMIN
05 Februari 2010
PEMKOT BANDUNG MENGAJUKAN RAPERDA MIRAS
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar