PKD - Hujatul Islam, Al-Ghazali dalam kitab Ihja Ulumudin, bab Amar Maruf Nahi Mungkar menyatakan; “menganjurkan kebaikan dan mencegah kemungkaran adalah pola agama yang terbesar. Urusan utama inilah tugas pokoknya para Nabi yang diutus oleh Allah SWT”.
Sedemikian besar pentingnya amar maruf nahi mungkar, sehingga Allah SWT mengutus orang-orang khusus (nabi) untuk melakukan tugas tersebut.
Al-Ghazali menekankan, sekiranya urusan Amar makruf dan Nahi Mungkar ini diabaikan teori dan praktiknya, maka tugas kenabian akan terlantar, agama menjadi pudar dan manusia akan surut kembali kezaman jahiliyah dimana merata kesesatan, kebodohan dan kerusuhan dalam segala bidang dan segi kehidupan. Jurang antara pribadi dan pribadi, antara golongan dan golongan akan menganga lebar. Negripun binasa dan umat manusia menderita.
Dalam Syariat Islam Amar makruf dan Nahi Mungkar merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan ibadah kepada Allah SWT. Dalam surat Ali-Imran ayat 104, Allah SWT menegaskan "hendaknya ada diantaramu segolongan yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat baik dan melarang dari pada kejahatan, dan mereka inilah orang-orang yang mendapat kemenangan".
Dalam ayat ini, Allah SWT memerintahkan amar makruf dan nahi mungkar sebagai kewajiban atas segolongan manusia yang sifatnya fardu kifayah. Artinya bila ada satu golongan atau pribadi yang melaksanakan, maka gugurlah tuntutan tersebut kepada yang lainya. Dan berdosa semua orang dalam satu negeri, jika sama sekali tak ada yang melaksanakan amar makruf dan nahi mungkar.
Sebagai pola agama yang terbesar Amar Makruf dan Nahi Mungkar atau yang lebih populer disebut 'kritik' merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sehari-hari, baik dalam rumah tangga, bermasarakat maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sulit kita membayangkan jika satu sama lain diantara kita tidak ada yag saling mengingatkan, atau sama sekali tidak ada berani saling mengingatkan.
Banyak contoh kehancuran negeri/kekuasaan, baik jaman kuno maupun jaman modern kontemporer, diawali dari macetnya saluran-saluran kritik. Yang paling berbahaya jika dalam sebuah negeri, para penguasanya melakukan tidakan reaktif, menolak kritik, tidak mau mendengar kritik bahkan dengan pendekatan bahasa kekuasaan dia membungkam orang-orang berbeda pandangan, tunggulah kehancurannya.
Kritik Bagian Dari Pendidikan Rakyat
Pada saat Pilpres 2009, kita sering mendengar para capres-cawapres kita yang sedang berkompetisi, saling melontarkan kritik. Sepanjang kritik yang ditujukan dilandasi kejujuran, demi memperbaiki bangsa maka sepatutnya kita mengapresiasi hal tersebut, sebagai bagian dari ikhtiar politik mencari yang terbaik untuk masa depan bangsa.
Mengungkapkan kritik bukan berarti mencari-cari kesalahan, karena kritik bertujuan mengungkapkan sebuah kebenaran. Maka kritik harus dilandasi kejujuran untuk mengungkapkan sebuah kebenaran. Itulah kritik yang benar dan dianjurkan oleh syariat. Kritik yang baik selalu berdasarkan fakta dan data. Dengan demikian, kritik berfungsi sebagai sarana pendidikan kepada rakyat.
Kaitan kritik terhadap program kebijakan pemerintah, harus dimaknai sebagai ’input’, agar pemerintah mau memperbaiki kebijakannya. Juga sebagai bagian dari aspirasi agar pemerintah mau mendengar dan mempertimbangkan keinginan masyarakatnya dalam mengambil sebuah kebijakan. Wallahu’alam. ALL
19 Agustus 2009
Kritik Sebagai Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar