If there’s a will
There’s a way
‘setiap ada kemauan pasti ada jalan’
Apa hubungan antara pepatah asing, yang kerap diungkapkan Rijal Malarangeng-tokoh Capres Independent itu dengan penataan Cikapundung,? wah, memang tidak ada hubungan. Sekedar mengutip, saya ingin mengaitkan pepatah tersebut dengan ihtiar seorang walikota. Dalam pepatah tersebut kita menangkap pesan yang cukup jelas tentang hubungan aksiomatis antara kemauan dengan adanya jalan keluar.
Sama juga halnya dengan keyakinan umat islam; bahwasannya tuhan tidak akan merubah nasib manusia kecuali manusia itu sendiri yang mau merubanya. Secara teologis kita meyakini adanya pertolongan Tuhan, ketika kita melakukan ikhtiar, jadi mustahil kita dapat pertolongan apabila kita tidak berikhtiar, dengan berikhtiar berarti kita mencari jalan keluar, sesulit apapun jalan tersebut pastilah kita akan mendapatkan kemudahan pada akhirnya.
Adalah Walikota Bandung, H. Dada Rosada berkeinginan (mimpi) menata Sungai Cikapundung agar kelak airnya bisa diminum dan aliran sungainya bisa dipakai berlayar. Meskipun terkesan utopis namun mimpi Walikota Bandung itu, mau tak mau memberikan harapan baru terhadap masa depan walungan yang membelah Kota Bandung.
Ini bukan main-main, keinginan Kang Dada (panggilan akrab beliau) rupanya sudah menjadi salah satu kebijakan Pemkot Bandung. Keseriusan tersebut beliau utarakan dalam sebuah rapat yang melibatkan unsur yang berkompeten Pemerintah Daerah yang diwakili BAPEDA, tokoh lingkungan serta pihak investor.
CIKAPUNDUNG KINI
Kini kondisi sungai Cikapundung sudah tercemar berat, secara kasat mata, sepanjang jalur yang dilewati sungai ini, masyarakat banyak memanfaatkanya sebagai tempat pembuangan tinja atau limbah rumah tangga. Maka tak heran ada ungkapan bahwa Sungai Cikapundung merupakan wc terpanjang. Bisa dibayangkan, seperti apa wc terpanjang tersebut, kiri-kanan sungai warga memasang pipa-pipa pembuangan limbah rumah tangga langsung ke sungai.
Kondisi bantaran sungai juga sangat parah, hampir sepanjang Sungai Cikapundung tak ada lagi bantaran yang tidak dimanfaatkan warga, bahkan ada sebagian warga justru membangun rumahnya menjorok jauh ketengah Sungai Cikapundung.
Berdasarkan data yang dilansir tribun, bahwa Sungai Cikapundung memiliki panjang 28 km dan setengahnya lebih atau 15 km melintasi Kota Bandung. Sedangkan rumah penduduk yang berada dekat dengan bantaran sungai Cikapundung berjumlah 1.058 rumah.
KENDALA MENGHADANG
Dari data tersebut, tentunya kendala yang bakal dihadapi bila penataan Sungai Cikapundung jadi dilaksanakan tidaklah ringan. Pertama : Rencananya ada sekitar 1.058 rumah penduduk yang harus direvitalisasi dengan cara merelokasi kerumah susun, agar bersinergi dengan keberadaan Sungai Cikapundung,. Itu artinya, gejolak social tak bisa dihindari karena masyarakat akan melakukan penolakan, sehingga diperkirakan untuk pembebasan lahan saja bisa memakan waktu yang cukup lama. Sekedar pembanding, rencana pembangunan PLTSA sampai sekarang tak kunjung dilakukan, mengingat penolakan warga sekitar begitu kuat padahal kondisi eksisting daerah pembangunan PLTSA berada ditanah kosong, sama sekali tidak sampai merelokasi perumahan penduduk.
Kedua : Berdasarkan hasil survey, secara kasat mata pola pikir yang tercermin dari perilaku masyarakat dalam memandang keberadaan sungai perlu dirubah. Salah satu conto, umumnya masyarakat kita, selalu membangun rumah membelakangi sungai, selain itu, masyarakat selalu memandang enteng, membuang sampah ke dalam sungai padahal mereka tahu akibat yang ditimbulkan.
Rendahnya kesadaran tersebut merupakan persoalan serius, ditambah lemahnya penegakan hukum (low inforcment) dalam bidang lingkungan justru menjadi kendala berat dalam menata sungai cikapundung. Sampai saat ini kita belum melihat ketegasan pemerintah kota dalam penegakan aturan, seperti Perda tentang lingkungan masih terkesan tidak efektif diterapkan. Padahal dengan payung hukum tersebut sebetulnya Pemerintah Daerah bisa menindak dengan tegas, warga yang membangun rumah diatas bantaran sungai dan warga yang membuang sampah kesungai dll.
Saya kira sebelum mengambil kebijakan terlalu jauh dengan merevitalisasi perumahan penduduk alangkah baiknya pemerinatah kota mensosialisasikan pentingnya keberadaan sungai dalam kehidupan, sekaligus menegakkan Perda kaitannya dengan perlakuan warga terhadap sungai.
Ketiga :Dari 28 km panjang sungai Cikapundung, hanya 15 km yang membelah Kota Bandung, artinya ada sisa 13 km yang berada diluar wilayah Kota Bandung. Sampai saat ini kita tak memiliki data apakah 13 km itu berada di hulu atau dihilir yang berbatasan dengan Kota Bandung.
Jika sisa 13 km itu berada di hulu yang berbatasan dengan Kota Bandung saya kira penataan Sungai Cikapundung menjadi terasa percuma, mengingat faktor ini menjadi kendala yang paling besar. Bisa kita bayangkan jika air yang mengalir dari hulu sama sekali tak menunjang penataan hilir Cikapundung.
Yang ingin saya tegaskan dalam tulisan ini adalah sikap koordinatif dengan daerah yang berbatasan, tanpa koordinatif dengan daerah yang berbatasan maka sebagus apapun penataan Sungai Cikapundung akan sia-sia.
Keempat : Keberadaan Sungai Cikapundung tidak bisa bisa dilepaskan dari KBU (Kawasan Bandung Utara) di hulunya. Sebagai kawasan resapan KBU memiliki andil terhadap kualitas dan kuantitas debit air-nya. Itu artinya, mustahil keinginan menata Sungai Cikapundung di hilir tanpa menata KBU di hulu. Padahal dengan kondisi sekarang, KBU sudah tidak bisa lagi menjamin pasokan air yang memadai dan berkualitas terutama di musim kemarau.
Pada akhirnya, kita hanya berharap bahwa mimpi/ ‘visi’ Walikota Bandung bisa diwujudkan, apa pun kendalanya, yang pasti dengan kemauan pasti ada jalan. Sabagai warga tentunya kita ikut mendukung upaya mewujudkan Sungai Cikapundung tersebut menjadi salah satu kawasan yang bersih dan indah. Sehingga mimpinya Kang Dada, juga sama dengan mimpinya warga Kota Bandung.
Namun demikian, kebijakan penataan Sungai Cikapundung pasti ada warga yang dirugikan meskipun banyak warga yang diuntungkan. Kebijakan yang baik harus meminimalisir kerugian warga dengan merelokasi atau memberi konpensasi yang memenuhi standar. Tidak ada istilah ganti rugi apabila kelak warga terkena pembebasan, tapi warga harus diuntungkan dengan penataan Sungai Cikapundung.
Manusia di wajibkan berikhtiar/berusaha agar semua persoalan hidup bisa diselesaikan, setiap usaha pasti ada kendala tapi seyogyanya tidak menyurutkan langkah dalam berusaha. Tentunya setiap ikhtiar, kita berharap adanya hasil yang baik, meskipun tidak semua ikhtiar bisa menghasilkan yang terbaik. Agar ihktiar kita memperoleh hasil yang terbaik sudah tentu segala sesuatunya harus dibarengi dengan ilmu dan bertanya kepada pihak yang berkompeten. ALL
29 Mei 2009
KENDALA MENATA CIKAPUNDUNG
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar